propeler

MAKALAH KONSTRUKTIVISME



BAB I
PENDAHULUAN
1.  Latar Belakang
Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon
Dari suatu proses belajar diperoleh suatu hasil yang sangat signifikan, dikarenakan yang sebelumnya tidak mengetahui menjadi mengetahui dan yang sebelumnya belum memahamin dapat menjadi paham setelahnya.
Dalam suasana saat ini, istilah belajar tidak hanya menjadi penggambaran suatu usaha mengetahui sesuatu begitu saja, melainkan memiliki berbagai teori dan model yang terus berkembang sesuai dengan kemajuan zaman. Salah satu perkembangan teori belajar adalah teori belajar konstruktivisme.
Meski bukan hal yang baru teori belajar konstruktivisme menjadi salah satu dasar teori belajar yang sudah mengakar pada dunia pendidikan dengan berbagai karakteristik, kelebihan, maupun kekuranganya.
Teori belajar konstruktivisme secara umum dapat didefinisikan sebagai sebagai experimental learning, yang merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkret di lapangan, di laboratorium, berdiskusi dengan teman, dan dikembangkan menjadi pengetahuan, konsep, serta ide baru. Peserta didik sebagai subjek pembelajaran yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai pembelajar.
Dari pengertian secara umum tersebut masih begitu banyak hal mengenai teori belajar konstruktivisme. Oleh karena itu perlu adanya suatu kajian lebih mendalam, sehingga memunculkan pemahaman yang lebih luas akan teori belajar tersebut.

2.  Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang ada, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1)       Apa yang dimaksud dengan teori belajar konstruktivisme?
2)       Bagaimana karakteristik dari teori belajar konstruktivisme?
3)       Apa kelebihan dan kekurangan dari teori belajar konstruktivisme?
4)       Bagaimana pengimplikasian teori belajar konstruktivisme di kelas ?



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian dari Teori Belajar Konstruktivisme

Teori Konstruktivisme  didefinisikan sebagai  pembelajaran  yang  bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya.Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru.
Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki.
Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari ”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu.




Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut: 
1.      Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri. 
2.      Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya. 
3.      Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap. 
4.      Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. 
5.      Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988:133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).
Konstruktivis ini dikritik oleh Vygotsky, yang menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial.  Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial (Taylor, 1993; Wilson, Teslow dan Taylor,1993; Atwel, Bleicher & Cooper, 1998).
Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding.
Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu.
Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 1997).
Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan memecahkan masalah.  Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.
Pendekatan yang mengacu pada konstruktivisme sosial (filsafat konstruktivis sosial) disebut pendekatan konstruktivis sosial.  Filsafat konstruktivis sosial memandang kebenaran matematika tidak bersifat absolut dan mengidentifikasi matematika sebagai hasil dari pemecahan masalah dan pengajuan masalah (problem posing) oleh manusia (Ernest, 1991).  Dalam pembelajaran matematika, Cobb, Yackel dan Wood (1992) menyebutnya dengan   konstruktivisme sosio (socio-constructivism), siswa berinteraksi dengan guru, dengan siswa lainnya dan berdasarkan pada pengalaman informal siswa mengembangkan strategi-strategi  untuk merespon masalah yang diberikan.  Karakteristik pendekatan konstruktivis sosio ini sangat sesuai dengan karakteristik RME.

B. Sejarah Teori Konstruktisme
Di dalam sejarah psikologi pendidikan, revolusi konstruktivisme mempunyai akar sejarah yang panjang. Pendekatan yang dilandasi teori konstruktivisme ini sumber utamanya adalah karya Jean Piaget dan Lev Vigotsky. Baik Piaget maupun Vygotsky menekankan sifat sosial pembelajaran, mereka juga menyarankan penggunaan kelompok-kelompok dalam belajar dengan kemampuan campuran (bervariasi) untuk meningkatkan terjadinya perubahan konsepsi pada diri pebelajar atau siswa.

Konstruktivis modern paling banyak dilandasi oleh teori Vygotsky, yang telah digunakan untuk mendukung metode pengajaran di ruang kelas yang menekankan pembelajaran kerja sama (pembelajaran kooperatif) dan berbasis proyek, dan pembelajaran penemuan (discovery- inquiry).


Ada empat gagasan utama Vygotsky yang sangat penting, yaitu:

Penekanan pada sifat sosial pembelajaran. 
Anak bejar melalui interaksi bersama orang dewasadan teman yang lebih mampu. Pada proyek-proyek kerjasama, anak-anak dihadapkan pada proses pemikiran teman-teman mereka. Metode demikian tidak hanya memungkinkan hasil pembelajaran tersedia bagi semua siswa, tetapi juga memungkinkan proses berpikir siswa yang lebih mampu tersedia bagi siswa-siswa yang lain. Vygotsky menulis bahwa, orang-orang yang berhasil memecahkan masalah mengungkapkan diri melalui masalah-masalah yang sulit. Dalam sebuah kelompok kooperatif, anak-anak dapat mendengarkan pembicaraan batin ini dengan lantang dan dapat mempelajari cara orang-orang yang berhasil memecahkan masalah berpikir melalui pendekatan mereka.

Zona Perkembangan Proksimal.
Vygotsky mempunyai gagasan bahwa anak-anak paling baik mempelajari konsep yang berada pada zona perkembangan proksimal mereka. Anak-anak yang bekerja dalam zona perkembangan proksimal mereka terlibat dalam tugas yang tidak dapat mereka kerjakan sendiri tetapi dapat mengerjakannya dengan sedikit bantuan teman atau orang dewasa.

Masa Magang Kognisi
Istilah masa magang kognisi (cognitive apprenticeship) merujuk pada proses yang digunakan oleh seorang pebelajar untuk secara bertahap memperoleh keahlian melalui interaksi dengan pakar, apakah orang tua, guru, atau teman yang lebih tua atau lebih berhasil. Di banyak pekerjaan, karyawan baru bekerja erat dengan seorang pakar yang menjadi contoh baginya, memberikan umpan balik, dan secara bertahap mensosialisasikan karyawan baru itu kepada kaidah dan perilaku profesi tersebut. Pengajaran untuk siswa adalah suatu bentuk masa magang. Para ahli teori konstruktivisme menyarankan agar guru mengalihkan model pembelajaran yang berlangsung lama dan sangat efektif ini ke dalam ruang-ruang kelas. Guru dapat melibatkan siswa dalam tugas-tugas rumit dan melibatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang heterogen dan kooperatif di mana siswa yang lebih maju membantu siswa yang kurang maju melalui tugas-tugas yang rumit tersebut.

Pembelajaran Termediasi
Yang keempat, Vygotsky menekankan pada gagasan tentang perancahan atau pembelajaran termediasi. Gagasan Penafsiran tentang gagasan Vygotsky yang satu ini adalah, siswa seharusnya diberikan tugas-tugas yang rumit, sulit, dan realistis. Kemudian, mereka diberikan cukup bantuan untuk mencapai tugas-tugas ini. Harus dicatat bahwa, diberikan bantuan di sini maksudnya, siswa bukannya diajarkan bagian-bagian kecil pengetahuan. Prinsip ini digunakan untuk mendukung penggunaan tugas proyek di ruang kelas, simulasi, penjajakan dalam komunitas, penulisan untuk pembaca yang sesungguhnya, dan tugas-tugas otentik lainnya. Berkaitan dengan hal ini, ada istilah "pembelajaran situasi" (situated learning), yang mengacu pada digunakannya pembelajaran yang berlangsung dalam tugas-tugas otentik kehidupan nyata.

C. Tokoh-tokoh Teori Belajar Konstruktivisme
a.       Driver dan Bell
Driver dan Bell mengajukan karakteristik teori belajar teori belajar konstruktivistik sebagai berkut:
1)            Siswa dapat dipandang sebagai sesuatu yang pasif, tetapi memiliki tujuan;
2)            Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa;
3)            Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal;
4)            Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas;
5)            Kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajarn, materi, dan sumber.
b.      J. J. Piaget
Berikut ini adalah tiga hal pokok Piaget dalam kaitanya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan konstruktivisme kognitif atau bisa juga disebut tahap perkembangan mental, yaitu sebagai berikut:
1)      Perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama;
2)      Tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengaturan, pengekalan, pengelompokkan, pembuatan Hipotesis dan penarikan kesimpulan yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual;
3)      Gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibrium), proses pengembangan yang menguraikan interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan sruktur kognitif yang timbul (akomodasi).
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis, menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Menurut Ruseffendi, asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru sehingga informasi tersebut mempunyai tempat. Pengertian tentang akomodasi yang lain seperti yang dikemukakan oleh Suparno adalah proses mental yang meliputi pembentukkan skema baru yang cocok dengan rangsangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
c.       Vigotsky
Berbeda dengan konstruktivisme kognitif yang dikemukakan oleh Piaget, konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky memiliki pengertian bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah dalam konteks sosial budaya seseorang. Dalam penjelasan lain, Tanjung mengatakan bahwa inti kognitivis Vigotsky adalah interaksi aspek internal dan eksternal yang perkenaanya pada lingkungan sosial dalam belajar.
d.      Tasker
Tasker mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut:
1)            Peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna.
2)            pentingnya membuat kaitan antar gagasan dalam pengonstruksian secara bermakna;
3)            mengaitkan antara gagasan dan informasi baru yang diterima
e.       Wheatley
Wheatley mendukung pendapat diatas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstruktivisme, yaitu sebagai berikut:
1)      Pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif tetapi secara aktif oleh struktur koqnitif siswa;
2)      Fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.
Kedua pengertian diatas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan penguasaan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungan. Bahkan secara spesifik, Hudoyo mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari pada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan memengaruhi terjadinya proses belajar tersebut.
f.       Hanbury
Hanbury mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitanya dengan pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
1)            Siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengkonstruksi ide yang mereka miliki;
2)            Pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti;
3)            Strategi siswa lebih bernilai;
4)            Siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan sesamanya.
Berdasarkan beberapa pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesukaan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman Mereka bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atau aapa yang telah diperhatikan dan dilakaukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.
Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu:
a.              Siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki
b.              Pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti
c.              Strategi siswa lebih bernilai
d.             Siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.
Sementara itu, tujuan Teori Konstruktivisme di kelas yaitu:
a.              Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
b.              Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri
c.              Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
d.             Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
e.              Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori konstruktivisme, yaitu:
a.              Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar
b.              Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajara pada siswa
c.              Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai
d.             Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada hasil
e.              Mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan
f.               Mengharagai peranan pengalaman kritis dalam belajar
g.              Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa
h.              Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa
i.                Berdasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip toeri kognitif
j.                Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan proses pembelajaran, seperti prediksi, infernsi, kreasi, dan analisis
k.              Menekankan bagaimana siswa belajar
l.                Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan siswa lain dan guru
m.            Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif
n.              Melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata
o.              Menekankan pentingnya konteks siswa dalam belajar
p.              Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar
q.              Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahaman baru yang didasarkan pada pengalaman nyata

D. Implikasi Teori Konstruktivisme di Kelas
      Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme tersebut di atas, berikut ini dipaparkan tentang penerapan di kelas.

1.      Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar
Dengan menghargai gagasa-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong siswa berpikir mandiri, berarti guru membantu siswa menemukan identitas intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta menjadi pemecah masalah (problem solver)

2.      Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon
Berfikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar gagasan-gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan

3.      Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi
Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon faktual yang sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan mempertahankan gagasan-gagasan atau pemikirannya

4.      Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau didkusi dengan guru dan siswa lainnya
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang bersifat intensif sangat membantu siswa untuk mampu mengubah atau menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk megemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan-gagasan orang lain, maka mereka akan mampu membangun pengetahuannya sendiri yang didasarkan atas pemahaman mereka sendiri. Jika mereka merasa aman dan nyaman untuk mengemukakan gagasannya maka dialog yang sangat bermakna akan terjadi di kelas

5.      Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi
Jika diberi kesempatan untuk membuat berbagai macam prediksi, seringkali siswa menghasilkan berbagai hipotesis tentang fenomena alam ini. Guru yang menerapkan konstruktivisme dalam belajar memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji hpotesis yang mereka buat, terutama melalu diskusi kelompok dan pengalaman nyata

6.      Guru memberika data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif
Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme melibatkan para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata. Kemudian guru membantu para siswa untuk menghasilkan abstraksi atau pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut secara bersama-sama.
E. Kelebihan Dan kekurangan Teori Belajar Konstruktivisme

Kelebihan Metode Konstruktivisme
  1. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.
  2. pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
  3. pembelajaran konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasanpada saat yang tepat.
  4. pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
  5. pembelajaran konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan merka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
  6. pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.

Kekurangan Metode Konstruktivisme
1.      Siswa membangun pengetahuan mereka sendiri, tidak jarang bahwa konstruksi siswa tidak cocok dengan pembangunan ilmuwan yang menyebabkan kesalahpahaman.
2.      Konstruktivisme pengetahuan kita menanamkan bahwa siswa membangun sendiri, hal ini pasti memakan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda.
3.      Situasi dan kondisi masing-masing sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki infrastruktur yang dapat membantu keaktifan dan kreativitas siswa.
Daftar Pustaka


Makalah Politik Luar Negeri Indonesia




KATA PENGANTAR

            Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah, karena atas rahmat, taufik, dan hidayah-Nylah sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah Mengenai “Politik Luar Negeri”.
            Pada kesempatan kali ini, saya mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah meluangkan waktunya untuk membantu saya dalam menyelesaikan makalah ini.
           Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini, tentu masih terdapat beberapa kesalahan dan masih jauh dari yang diharapkan. Maka dari itu, kami membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun, agar kedepannya dapat mencapai kesempurnaan.
            Akhir kata, semoga Makalah ini dapat digunakan dan dimanfaatkan bagi kita semua. Amin.




DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................................................ i
Daftar Isi ......................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................................... 1           
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................................... 1
1.2 Tujuan........................................................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................... 2
2.1. Pengertian Politik Luar Negeri Indonesia................................................................................. 2
2.2. Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia................................................................................. 2
2.3. Tujuan dan Prinsip Politik Luar Negeri Indonesia.................................................................... 3
2.4. Landasan Politik Luar Negeri Indonesia.................................................................................. 3
2.5. Arah Kebijakan Politik Luar negeri Indonesia......................................................................... 4
2.6. Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif di Era Globalisasi................................................. 5
2.7. Perwujudan Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif.......................................................... 5
2.8. Peran Perwakilan Diplomatik dalam Pelaksanaan Politik Luar Negeri.................................... 8

BAB II PENUTUP......................................................................................................................... 9
3.1  Kesimpulan............................................................................................................................... 9
3.2  Saran......................................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................... 10
 


BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
         Kebijakan politik luar negeri Indonesia tidak bisa dilepaskan dari sejarah kelahirannya dan perkembangan nasional serta internasional. Kemerdekaan yang kita peroleh harus dijaga, dipertahankan, dan diisi dengan pembangunan. Dalam menegakkan kemerdekaan Indonesia masih menghadapi berbagai ancaman, baik dari dalam maupun dari luar. Dari dalam negeri, adanya gerakan ekstremis, baik ekstrem kiri maupun ekstrem kanan, serta adanya gerakan separatisme. Dari luar negeri, adanya kekuatan asing yang ingin menguasai Indonesia, adanya bipolarisme dan multipolarisme politik internasional yang dapat mengganggu stabilitas nasional, regional, dan internasional.
                Menurut buku Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia (1984-1988), politik luar negeri diartikan sebagai “suatu kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah dalam rangka hubungannya dengan dunia internasional dalam usaha untuk mencapai tujuan nasional”. Melalui politik luar negeri, pemerintah memproyeksikan kepentingan nasionalnya ke dalam masyarakat antar bangsa”.
           
1.2 Rumusan Masalah
  1. Apa pengertian  politik luar negeri Indonesia?
  2. Apa saja kebijakam politik luar negeri Indonesia?
  3. Apa tujuan dan prinsip politik luar negeri Indonesia?
  4. Apa saja landasan politik luar negeri Indonesia?
  5. Bagaimana arah kebijakan politik luar negeri Indonesia?
  6. Bagaimana politik luar negerii Indonesia pada era globalisasi?
  7. Apa saja perwujudan politik luar negeri Indonesia bebas aktif?
  8. Apa peran perwakilan diplomatik dalam pelaksanaan politik luar negeri?

1.3 Tujuan
           Dengan disusunya makalah ini diharap peserta didik dapat memahami tentang politik luar negeri republik Indonesia, sehingga dapat menunjang kemampuan mendeskrifsikan dan memahami dalam proses pembelajaran. Dan juga dapat sebagai bahan pengembangan tentang aspek-aspek Politik Luar Negeri Republik Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Politik Luar Negeri Indonesia
               Secara sederhana Politik luar negeri diartikan sebagai skema atau pola dari cara dan tujuan secara terbuka dan tersembunyi dalam aksi negera tertentu berhadapan dengan Negara lain atau sekelompok Negara lain. Politik luar negeri merupakan perpaduan dari tujuan atau kepentingan nasional dengan power dan kapabilitas (kemampuan). Dalam arti luas, politik luar negeri adalah pola perilaku yang digunakan oleh suatu Negara dalam hubungannya dengan Negara-negara lain. Politik luar negeri berhubungan  dengan proses pembuatan keputusan untuk mengikuti pilihan jalan tertentu.
              Menurut buku Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia (1984-1988), politik luar negeri diartikan sebagai “suatu kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah dalam rangka hubungannya dengan dunia internasional dalam usaha untuk mencapai tujuan nasional”. Melalui politik luar negeri, pemerintah memproyeksikan kepentingan nasionalnya ke dalam masyarakat antar bangsa”.
                    Hubungan yang dilakukan oleh suatu negara dengan negara lain, tentu saja tidak bisa dilepaskan dari kebijakan politik luar negeri suatu negara termasuk Indonesia, definisi atau pengertian dari politik luar negeri seperti di bawah ini:
  1. Politik luar negeri adalah strategi dan taktik yang digunakan oleh suatu negara dalam berhubungan dengan negara lain.
  2. Politik luar negeri merupakan kumpulan kebijaksanaan atau setiap yang ditetapkan oleh suatu negara untuk mengatur hubungan dengan negara lain untuk yang ditujukan untuk kepentingan nasional.
  3. Politik luar negeri merupakan penjabaran dari politik nasional, sedangkan politik nasional merupakan penjabaran untuk dari kepentingan nasional atau tujuan negara yang bersangkutan.
                     Jadi, pada dasarnya politik luar negeri merupakan  strategi untuk melaksanakan kepentingan nasional atau tujuan negara yang ada kaitannya dengan negara lain.
       Dalam sejarah bangsa Indonesia, sejak tanggal 2 September 1948, PemerintahIndonesia mengambil haluan bebas aktif untuk politik luar negerinya. Dalam siding Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP), Pemerintah Indonesiamenyampaikan sikap politik luar negeri Indonesia seperti berikut. Sikap pemerintah tersebut dipertegas lagi oleh kebijakan politik luar negeri Indonesia yang antara lain dikemukakan oleh Drs. Moh. Hatta. Ia mengatakan, bahwa tujuan politik luar negeri Indonesia adalah sebagai berikut:
  1. Mempertahankan kemerdekaan bangsa dan menjaga keselamatan negara;
  2. Memperoleh barang-barang dari luar untuk memperbesar kemakmuran rakyat, apabila   barang-barang itu tidak atau belum dapat dihasilkan sendiri;
  3. Meningkatkan perdamaian internasional, karena hanya dalam keadaan damai Indonesia dapat membangun dan syarat-syarat yang diperlukan untuk memperbesar kemakmuran rakyat;
  4. Meningkatkan persaudaraan segala bangsa sebagai cita-cita yang tersimpul dalam   Pancasila, dasar dan falsafah negara Indonesia.

 2.2. Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia
                  Pembukaan UUD 1945 merupakan dasar hukum yang sangat kuat bagi politik luar negeri RI. Alinea I menyatakan bahwa “… kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan …” Selanjutnya pada alinea IV dinyatakan bahwa “… dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial …”  Jelaslah bahwa politik luar negeri RI mempunyai landasan atau dasar hukum yang sangat kuat, karena diatur di dalam Pembukaan UUD 1945.Kebijakan Politik luar negeri Indonesia dikenal dengan Politik Luar Negeri Bebas dan Aktif, beberapa pendapat mengenai pengertian bebas dan aktif.
1.      A.W Wijaya merumuskan:
Bebas, berarti tidak terikat oleh suatu ideologi atau oleh suatu politik negara asing atau oleh blok negara-negara tertentu, atau negara-negara adikuasa (super power). Aktif artinya dengan sumbangan realistis giat mengembangkan kebebasan persahabatan dan kerjasama internasional dengan menghormati kedaulatan negara lain.
2.      Mochtar Kusumaatmajamerumuskan bebas aktif sebagai berikut :
Bebas : dalam pengertian bahwa Indonesia tidak memihak pada kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa sebagaimana dicerminkan dalam Pancasila. Aktif : berarti bahwa di dalam menjalankan kebijaksanaan luar negerinya, Indonesia tidak bersifat pasif-reaktif atas kejadiankejadian internasionalnya, melainkan bersifat aktif .
3.      B.A Urbanimenguraikan sebagai berikut :
Bebas, perkataan bebas dalam politik bebas aktif tersebut mengalir dari kalimat yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai berikut : supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas. Jadi menurut pengertian ini, dapat diberi definisi sebagai “berkebebasan politik untuk menentukan dan menyatakan pendapat sendiri, terhadap tiap-tiap persoalan internasional sesuai dengan nilainya masing-masing tanpa apriori memihak kepada suatu blok”.

2.3.      Tujuan dan Prinsip Politik Luar Negeri Indonesia
1.      Tujuan Politik Luar Negeri :
Tujuan politik luar negeri setiap negara adalah mengabdi kepada tujuan nasional negara itu sendiri. Tujuan nasional bangsa Indonesia tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea keempat yang menyatakan ”… melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial…”
Menurut Drs. Moh. Hatta, tujuan politik luar negeri Indonesia, antara lain sebagai berikut:
1.      mempertahankan kemerdekaan bangsa dan menjaga keselamatan negara;
2.      memperoleh barang-barang yang diperlukan dari luar negeri untuk memperbesar kemakmuran rakyat;
3.      meningkatkan perdamaian internasional;
4.      meningkatkan persaudaraan dengan semua bangsa.
Tujuan politik luar negeri tidak terlepas dari hubungan luar negeri. Hubungan luar negeri merupakan hubungan antarbangsa, baik regional maupun internasional, melalui kerja sama bilateral ataupun multirateral yang ditujukan untuk kepentingan nasional.
Jika memperhatikan kenyataan tersebut maka upaya Indonesia untuk mencapai berbagai kepentingan nasionalnya di tingkat internasional perlu ditopang melalui pengerahan segenap potensi dan sumber daya yang ada untuk mendukung sepenuhnya pelaksanaan diplomasi atau kerja sama antarnegara. Hal tersebut harus diantisipasi oleh Indonesia melalui kebijakan dan strategi politik luar negeri yang tepat sehingga Indonesia dapat menarik manfaat maksimal dalam hubungan internasional tersebut.
1.      Prinsip-Prinsip Politik Luar Negeri :
Dalam menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif, bangsa Indonseia menjalankan prinsip-prinsip berikut:
  1. Negara Indonesia menjalankan politik damai, dalam arti bangsa Indonesia bersama-sama dengan masyarakat bangsa-bangsa lain di dunia ingin menegakkan perdamaian dunia;
  2. Negara Indonesia ingin bersahabat dengan negara-negara lain atas dasar saling menghargai dan tidak akan mencampuri urusan dalam negeri negara lain. Indonesia menjalankan politik bertetangga baik dengan semua negara di dunia.
  3. Negara Indonesia menjunjung tinggi sendi-sendi hukum internasional.
  4. Indonesia membantu pelaksanaan keadilan sosial internasional dengan berpedoman kepada Piagam PBB.

2.4.  Landasan Politik Luar Negeri Indonesia
         Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif memiliki landasan yang kuat dan kokoh. Landasan tersebut tercantum pada alinea pertama dan keempat Pembukaan UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 serta pasal 11 UUD 1945. Dalam alinea pertama disebutkan, ” penjajahan harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” Sedangkan dalam alinea keempat dinyatakan, ” ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial ” Pasal 11 ayat 1 UUD 1945 berbunyi, “Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.”
        Hal yang menjadi landasan bagi pelaksanaan politik luar negeri Indonesia adalah sebagai berikut.

1.      Pancasila sebagai Landasan Idil
Pancasila adalah dasar negara Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila harus dijadikan sebagai pedoman dan pijakan dalam melaksanakan politik luar negeri Indonesia.
2.      Landasan Konstitusional
Landasan konstitusional politik luar negeri Indonesia tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea pertama dan Alinea keempat, serta pada batang tubuh UUD 1945 Pasal 11 dan Pasal 13.
1)            Alinea Pertama Pembukaan UUD 1945
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”
2)            Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945
”… dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, …”
3)            UUD 1945 Pasal 11
”Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain.”
4)            UUD 1945 Pasal 13
Ayat 1: ”Presiden mengangkat duta dan konsul.”
Ayat 2: ”Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.”
Ayat 3: ”Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.”
3.      Landasan Operasional
Landasan operasional yaitu : Peraturan perundang-undangan, UU No. 37 Tahun1999 tentang Hubungan Luar Negeri.
  • ketetapan MPR  mengenai garis-garis besar haluan negara ( GBHN) terutama dibidang hukum luar negeri.
  • kebijakan yang dibuat oleh presiden.
  • kebijakan atau peraturan yang dibuat oleh menteri luar negeri.

2.5.  Arah Kebijakan Politik Luar negeri Indonesia
Dalam ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN, Bab IV Arah Kebijakan, huruf C angka 2 tentang Hubungan Luar Negeri, dirumuskan hal-hal sebagai berikut:
1.      Menegaskan arah politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan berorientasi pada kepentingan nasional, menitik beratkan pada solidaritas antar negara berkembang, mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa, menolak penjajahan dalam segala bentuk, serta meningkatkan kemandirian bangsa dan kerjasama internasional bagi kesejahteraan rakyat.
2.      Dalam melakukan perjanjian dan kerjasama internasional yang menyangkut kepentingan dan hajat hidup rakyat banyak harus dengan persetujuan lembaga perwakilan rakyat.
3.      Meningkatkan kualitas dan kinerja aparatur luar negeri agar mampu melakukan diplomasi pro-aktif dalam segala bidang untuk membangun citra positif Indonesia di dunia internasional, memberikan perlindungan dan pembelaan terhadap warga negara dan kepentingan Indonesia, serta memanfaatkan setiap peluang positif bagi kepentingan nasional.
4.      Meningkatkan kualitas diplomasi guna mempercepat pemulihan ekonomi dan pembangunan nasional, melalui kerjasama ekonomi regional maupun internasional dalam rangka stabilitas, kerjasama dan pembangunan kawasan.
5.      Meningkatkan kesiapan Indonesia dalam segala bidang untuk menghadapi perdagangan bebas, terutama dalam menyongsong pemberlakuan AFTA, APEC dan WTO.
6.      Memperluas perjanjian ekstradisi dengan negaranegara sahabat serta memperlancar prosedur diplomatik dalam upaya melaksanakan ekstradisi bagi penyelesaian perkara pidana.
7.      Meningkatkan kerjasama dalam segala bidang dengan negara tetangga yang berbatasan langsung dan kerjasama kawasan ASEAN untuk memelihara stabilitas, pembangunan dan kesejahteraan.


2.6.   Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif di Era Globalisasi
         Kita semua memaklumi, bahwa saat ini kehidupan dunia sedang mengalami proses yang dinamakan globalisasi. Globalisasi adalah proses kehidupan yang mulai mendunia. Keadaan ini disebabkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi komunikasi dan transportasi.
       Dengan globalisasi, dunia seakan-akan terasa mengecil. Hal ini terasa sekali ketika kita sedang menyaksikan suatu peristiwa di belahan dunia lain dalam waktu yang bersamaan. Seolah-olah dunia tidak mengenal batas-batas geografis. Demikian pula bila kita mengunjungi negara lain atau daerah lain dengan menggunakan alat transportasi moderen. Untuk menempuh suatu tempat hanya diperlukan waktu yang cukup singkat. Inilah salah satu tanda globalisasi.
    Seiring dengan perkembangan globalisasi yang terus melesat, ketergantungan antarnegara menjadi semakin tinggi, baik ketergantungan secara politis, ekonomi, maupun ilmu pengetahuan dan teknologi. Menghadapi kenyataan ini, tentu saja kita harus membuka diri terhadap seluruh bangsa-bangsa di dunia. Di abad globalisasi seperti sekarang ini, suatu bangsa tidak bisa lagi hanya menjalin hubungan dengan negara-negara tertentu saja. Kebutuhan negara akan barang-barang pemuas kebutuhan warga negara semakin beraneka ragam. Dan itu tidak semua dapat diproduksi oleh negaranya. Oleh sebab itu, maka menjalin hubungan dan kerja sama yang seluas-luasnya merupakan salah satu tantangan global.
        Bagi bangsa Indonesia, politik luar negeri yang bebas dan aktif merupakan kunci dalam menjalin hubungan di abad global. Ini berarti, bagi bangsa Indonesia, globalisasi tidak harus mengubah haluan politiknya. Sebab, politik luar negeri Indonesia telah sesuai dengan tuntutan globalisasi. Politik luar negeri Indonesia memberi kesempatan dan peluang untuk melakukan hubungan dengan Negara mana pun tanpa dibatasi oleh perbedaan ideologi, politik, ekonomi, dan social budaya, serta agama.

2.7.    Perwujudan Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif
          Sebagai bangsa yang menganut politik luar negeri bebas aktif, Indonesia melakukan berbagai kegiatan yang merupakan perwujudan dari politik luar negeri bebas aktif itu. Di antara kegiatan yang dilakukan bangsa Indonesia dapat kamu baca seperti berikut ini.

1.      Menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung
     Sebagai bangsa yang pernah merasakan betapa pahitnya hidup dalam penjajahan, bangsa Indonesia memprakarsai diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika bersama dengan negara India, Pakistan, Birma, dan Sri Lanka. Persiapan untuk menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika dilakukan di Colombo (Sri Lanka) pada tanggal 28 April – 2 Mei 1954 dan di Bogor (Indonesia) pada tanggal 29 Desember 1954. Dalam persiapan itu disepakati bahwa Konferensi Asia Afrika (KAA) akan dilaksanakan di Bandung (Indonesia) pada tanggal 18 _24 April 1955. Setelah disepakati, maka pada tanggal 18 sampai dengan 24 April 1955 di Kota Bandung (Jawa Barat) diseleng-garakan Konferensi Asia Afrika, tepatnya di Jalan Asia Afrika.

Maksud dan tujuan diadakannya Konferensi Asia Afrika di Bandung adalah untuk:
1.      meningkatkan kemauan baik (goodwill) dan kerja sama antar bangsa-bangsa Asia Afrika, serta untuk menjajagi dan melanjutkan baik kepentingan timbale balik maupun kepentingan bersama.
2.      mempertimbangkan masalah-masalah sosial, ekonomi, dan budaya dalam hubungannya dengan negara-negara peserta.
3.      mempertimbangkan masalah-masalah mengenai kepentingan khusus yang menyangkut rakyat Asia Afrika, dalam hal ini yang menyangkut kedaulatan nasional, rasialisme, dan kolonialisme.
4.      meninjau posisi Asia Afrika dan rakyatnya dalam dunia masa kini dan saham yang diberikan untuk peningkatan perdamaian dunia dan kerja sama internasional.
       Konferensi yang diselenggarakan di Bandung itu menghasilkan 10 prinsip yang dikenal dengan nama Dasa Sila Bandung.Konferensi Asia Afrika ini dihadiri oleh 29 negara Asia dan Afrika

2.      Mendirikan Gerakan Non Blok
         Seusai Perang Dunia II, negara-negara di dunia terbagi ke dalam dua blok, yaitu Blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Sovyet. Adanya dua kekuatan tersebut menyebabkan terjadinya “Perang Dingin” (Cold War) di antara kedua blok itu. Akibatnya, suhu politik dunia menjadi memanas dan penuh dengan ketegangan-ketegangan. Guna mengatasi ketegangan antara Blok Barat dan Blok Timur yang terus bersitegang, bangsa Indonesia memprakarsai didirikannya Gerakan Non-Blok (Non Aligned). Negara-negara pemrakarsa Non-Blok ialah:
  1. Afghanistan
  2. India
  3. Indonesia
  4. Republik Arab Persatuan (Mesir)
  5. Yugoslavia.
       Gerakan Non Blok ini dibentuk atas dasar Dasa Sila Bandung (hasil Konferensi Asia Afrika di Bandung). Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pertama Non Blok diadakan di Beograd atau Belgrado (Yugoslavia) dari tanggal 1 – 6 September 1961 atas undangan dari Presiden Yosef Broz Tito (Yugoslavia), Abdul Nasser (Mesir), dan Sukarno (Indonesia). KTT ini dihadiri oleh 25 negara dari Asia-Afrika, Amerika Latin, dan Eropa.
       Konferensi ini dimaksudkan untuk meredakan ketegangan dunia dan menunjukkan kepada dunia bahwa masih ada pihak ketiga yang berada di luar kedua blok yang sedang bertentangan itu. Setelah diadakan KTT Non Blok I, negaranegara yang tergabung dalam Non-Blok oleh Negara –  Negara barat disebut sebagai Dunia Ketiga (The Third World). Sampai saat ini, Non-Blok telah mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) puluhan kali. Temukan KTT kedua dan seterusnya, apa keputusan yang dihasilkan dalam setiap KTT.

3.      Mengirimkan Misi Garuda (MISIRIGA)
         Politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif menyatakan, bahwa bangsa Indonesia akan senantiasa aktif dalam upaya menciptakan perdamaian dunia. Untuk mewujudkan misi ini, maka Indonesia mengirimkan misi perdamaian dunia dengan nama Pasukan Garuda. Pasukan ini diperbantukan untuk PBB dalam usaha turut mendamaikan daerah-daerah yang sedang bersengketa.
        Pada bulan Januari 1957 dikirimlah Pasukan Garuda I ke Timur Tengah di bawah komando Kolonel Hartoyo, yang kemudian diganti oleh Letnan Kolonel Suadi. Pada tahun 1960, di Kongo terjadi perang saudara. Untuk mendamaikan situasi di Kongo ini, Indonesia mengirimkan Pasukan Garuda II di bawah pimpinan Kolonel Prijatna, sedangkan sebagai komandan batalion adalah Letkol Solichin Gautama Purwanegara. Selanjutnya Misi Garuda III dikirim ke Kongo dipimpin oleh Brigjen Kemal Idris.
        Dalam setiap sengketa internasional yang menerjunkan PBB, Indonesia selalu siap sedia menjadi petugas misi perdamaian PBB melalui Pasukan Garuda. Keikutsertaan Indonesia dalam Misi Perdamaian ini tergabung dalam Pasukan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK-PBB). Dalam pengiriman misi perdamaian ini, tentara dari Indonesia mendapat sambutan baik dari negara yang menerima. Hal ini karena tentara kita mengembangkan sikap bersahabat dan cinta damai. Sampai saat ini, bangsa Indonesia telah puluhan kali terlibat dalam misi perdamaian dunia di bawah bendera Perserikan Bangsa-Bangsa (PBB).

4.      Menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)natau United Nations Organization (UNO)
        Dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia, bangsa Indonesia ikut aktif menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 28 September 1950 dengan nomor anggota ke-60. Pada masa Orde Lama (Demokrasi Terpimpin), Indonesia pernah menyatakan keluar dari keanggotaan PBB, yakni pada tanggal 7 Januari 1965. Pada saat itu, politik luar negeri Indonesia sedang condong ke Sovyet.
        Akan tetapi, setelah zaman  orde baru, Indonesia kembali menjadi anggota PBB pada tanggal 28 September 1966 dan tetap pada urutan ke-60, karena oleh PBB Indonesia masih belum dicoret dari keanggotaan. Sebagai anggota PBB, bangsa Indonesia aktif terus dalam usaha menciptakan perdamaian dan keamanan dunia internasional, salah satu di antaranya ialah dengan aktifnya Indonesia dalam mengirimkan misi perdamaian yang tergabung dalam Misi Republik Indonesia Garuda (MISIRIGA).

5.      Mendirikan ASEAN
Sebagai perwujudan dari politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, pada tanggal 8 Agustus 1967, Indonesia dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya mendirikan organisasi yang diberi nama ASEAN (Association of The South East Asian Nations), Organisasi Negara-negara Asia Tenggara.
ASEAN ini didirikan berdasarkan Deklarasi Bangkok. Tujuan didirikannya ASEAN adalah untuk:
  1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, serta mengembangkan kebudayaan di kawasan ini melalui usaha bersama dalam semangat kebersamaan dan persahabatan untuk memperkokoh landasan sebuah masyarakat bangsa-bangsa Asia Tenggara yang sejahtera dan damai;
  2. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan menghormati keadilan dan ketertiban hukum dalam hubungan antarnegara di kawasan ini serta mematuhi prinsip-prinsip Piagam PBB;
  3. Meningkatkan kerja sama yang aktif dan saling membantu dalam masalah yang menjadi kepentingan bersama di bidang ekonomi, sosial, teknik, ilmu pengetahuan, dan administrasi;
  4. Saling memberi bantuan dalam bentuk sarana pelatihan dan penelitian dalam bidang-bidang pendidikan, profesi, teknik, dan administrasi;
  5. Bekerja sama secara lebih efektif guna meningkatkan pemanfaatan pertanian dan industri, perluasan perdagangan dan pengkajian masalah-masalah komoditi internasional, perbaikan sarana-sarana, pengangkutan dan komunikasi serta taraf hidup rakyatnya;
  6. Memelihara kerja sama yang erat dan berguna dengan organisasi – organisasi internasional dan regional dengan tujuan serupa yang ada dan untuk menjajaki segala kemungkinan untuk saling bekerja sama secara erat di antara mereka sendiri. Tujuan tersebut termaktub dalam Deklarasi Bangkok yang ditanda  tangani oleh lima menteri luar negeri negara-negara Asia Tenggara. Kelima menteri tersebut ialah:
  7. Adam Malik (Indonesia)
  8. Tun Abdul Razak (Malaysia)
  9. Thanat Khoman (Thailand)
  10. Rajaratnam (Singapura),Narcisco Ramos (Filipina).
       
Dalam usaha memelihara stabilitas dan keamanan Asia Tenggara, Indonesia memprakarsai untuk melakukan pendekatan agar Asia Tenggara menjadi daerah bebas nuklir. Pada saat berkecamuk Perang Vietnam, Indonesia juga memprakarsai diselenggarakannya Jakarta Informal Meeting (JIM) yang membahas mengenai upaya-upaya mendamaikan Vietnam.

6.      Menjalin Kerja Sama dengan Negara-negara di Dunia
            Politik luar negeri yang bebas dan aktif memberikan kesempatan kepada bangsa Indonesia untuk melakukan hubungan dengan negara-negara lain di dunia. Itulah sebabnya, sehingga bangsa Indonesia juga menjalin hubungan kerja sama dengan negara-negara di dunia, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan ilmu pengetahuan, tanpa membatasi diri dengan negara-negara blok barat saja atau blok timur saja. Sebagai perwujudannya, bangsa kita menjadi anggota oragnisasi internasional. Dalam organisasi internasional, Indonesia juga bekerja sama dalam OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries =Negara-negara pengekspor minyak), Organisasi Konferensi Islam (OKI), dan APEC (Asia Pacific Economic Cooperation = Kerjasama Ekonomi Negara Asia Pasifik). Selain itu, Indonesia juga menjadi anggota organisasi internasional lainnya.


2.8.   Peran Perwakilan Diplomatik dalam Pelaksanaan Politik Luar Negeri

1.      Pengertian Perwakilan Diplomatik
     Perwakilan diplomatic adalah lembaga kenegaraan diluar negeri yang bertugas membina hubungan politis dengna negara lain. Jenis perwakilan diplomatik adalah kedutaan besar yang ditugaskan tetap di suatu negara tertentu dan perutusan tetap yang ditempatkan pada suatu organisasi internasional (PBB). Ketua perwakilan diplomatatk oleh seorang duta besar luar biasa dan berkuasa penuh serta bertanggung jawab kepada presiden melalui mentri luar negeri atau Kementrian Luar Negeri.

2.      Fungsi dan Peran Perwakilan Diplomatik
          Secara umum fungsi perwakilan diplomatik adalah sebagai berikut.
  1. Lambang prestise nasional di luar negeri
  2. Mewakili kepala negera di negera penerima
  3. Sebagai perwakilan yuridis yagn resmi dari pemerintahnya
  4. Sebagai perwakilan politik, yaitu perantara hubungan negaranya dengan negara yang ditempatinya.
  5. Menjamin efisiensi perwakilan suatu negara di luar negeri
  6. Memelihara dan melindungi kepentingan negara dan warga negara penerima.
  7. Perangkat Perwakilan Diplomatik
     
Berdasarkjan Kongres Wina tahun 1815 dan Kongres Aux La Chapella 1818 (Kongres Achen), perangkat diplomatic adalah sebagai berikut.
  1. Duta besar berkuasa penuh (ambassador) adalah tingkat tertinggi dalam perwakilan diplomatic yang mempunyai kekuasaan penuh dan luar biasa ambassador biasanya mewakili pribadi kepala negara dan bangsa serta rakyatnya.
  2. Duta (gerzant) adalah wakil diplomatik yang pengangkatannya lebih rendah dari ambassador. Seorang duta dalam menyelesaikan kedua negera harus berkonsultasi dengan pemerintahannya.
  3. Mentri presiden, dianggap bukan wakil pribadi kepala negera. Ia hanya mengurus urusan negara. Pada dasarnya ia tidak mengadakan pertemuan dengan kepala negara di mana dibedakan atas:
  4. Kuasa usaha tetap yang menjabat sebagai kepala dari suatu perwakilan.
  5. Kuasa usaha sementara yang melaksanakan pekerjaan dari kepala perwakilan, yaitu ketika pejabat kepala perwakilan belum atau tidak ada ditempat.
  6. Atase-atase adalah pejabat pembant dari duta berkuasa penuh. Atase terdiri dari 2 bagian, yaitu:
  7. Atase pertahanan, biasa dijabat oleh seorang perwira TNI yang diperbantukan kepada Kemlu dengan pangkat perwira menegah dan ditempatkan di KBRI serta diberikan kedudukan sebagai diplomat. Tugasnya adalah memberikan nasihat di bidang militer dan pertahanan kepala duta besar berkuasa penuh.
  8. Atase teknis, dijabat oleh PNS tertentu yang tidak berasal dari pejabat Kemlu dan ditempatkan di KBRI untuk membantu tugas-tugas duta besar. Atase teknis berkuasa penuh dalam melaksanakan tugas-tugas teknis sesuai dengan tugas pokok dari kementriannya. Misalnya, atase perdagangan, atase pendidikan, dan kebudayaan, serta atase perindustrian.


BAB II
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
  1. Politik luar negeri Indonesia merupakan bebas aktif. Bebas, artinya bahwa bangsa kita bebas menjalin hubungan dengan negara-negara lain di dunia tanpa harus terikat dengan blok barat atau blok timur. Aktif, artinya bahwa kita akan senantiasa berusaha menciptakan dan mewujudkan kehidupan dunia yang aman dan damai.
  2. Landasan pelaksanaan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif tertuang dalam alinea pertama dan keempat Pembukaan UUD 1945 serta dalam pasal 11 UUD 1945.
  3. Sebagai wujud pelaksanaan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, Indonesia melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
  4. menjadi anggota PBB pada tanggal 28 September 1950.
  5. menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1 9 5 5
  6. mengirimkan misi perdamaian dunia yang tergabung dalam Misi Republik          Indonesia Garuda (MISIRIGA)
  7.  membentuk gerakan non blok (non aligned) untuk meredakan ketegangan akibat perang dingin antara blok barat yang dipimpin Amerika Serikat dan blok timur yang         dipimpin Uni Sovyet.
  8.  Membentuk organisasi ASEAN untuk menciptakan stabilitas Asia Tenggara yang aman, tertib, dan damai pada tanggal 8 Agustus 1967.
  9.  Menjalin kerja sama ekonomi, politik, sosial budaya, dan iptek dengan negara- negara di dunia.Aktif dalam organisasi internasional seperti OKI, APEC, OPEC, dan       sebagainya.

3.2  Saran
            Sebagai bangsa yang baik, kita seharusnya mengetahui sejarah peristiwa yang berkaitan dengan negara kita Republik Indonesia yang dapat kita jadikan pelajaran untuk  dapat turut serta membangun bangsa Indonesia semakin baik kedepannya. Salah satunya kita perlu mempelajari polik luar negeri Indonesia Bebas Aktif. Pelaksanaan politik luar negeri yang bebas dan aktif ditujukan untuk mencapai kepentingan dan tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.


DAFTAR PUSTAKA